16 September 2008

iNdoNesiAA mY coUnTerY

Indonesia adalah negara kepulauan dengan jumlah pulau lebih kurang 17.000 buah. Rangkaian pulau-pulau ini terletak menyebar di sepanjang katulistiwa, yaitu antara 6 derajat lintang utara dan 11 derajat lintang selatan, dari 95 derajat sampai 141 derajat bujur timur. Terdapat banyak gunung berapi di pulau-pulau tersebut. Indonesia juga terletak di antara dua benua, yaitu Asia dan Australia dan di antara tiga lautan, yaitu Laut Cina Selatan, Lautan Pasifik, dan Lautan Hindia. Terdapat lima pulau besar di Indonesia, yaitu Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya. Selain itu terdapat dua kelompok pulau-pulau, yaitu Kepulauan Maluku dan Kepulauan Nusa Tenggara. Pulau-pulau lainnya merupakan pulau-pulau kecil, dan sebagian besarnya tidak berpenghuni. Lebih dari 80 persen wilayah Indonesia berupa air. Luas daratannya hanya sekitar 1,9 juta kilometer persegi.


Letak negara yang dikelilingi samudera dan memiliki sejumlah gunung berapi yang masih aktif, menyebabkan Indonesia sering dilanda gempa. Pada tahun 2000, gempa dengan kekuatan terbesar yaitu 7,3 skala richter terjadi di Palembang, Bengkulu, dan Lampung. Gempa juga terjadi di Jakarta pada tanggal 4 Juni 2000 dengan kedalaman pusat gempa 33 km yang terletak pada 4,70 lintang selatan dan 102 bujur timur. Sedangkan gempa terbesar pada tahun 2001 sebesar 6,8 skala richter terjadi pada tanggal 19 Oktober 2001 dengan pusat gempa terletak pada 4,30 lintang selatan dan 124,60 bujur timur. Gempa tersebut melanda daerah Kendari dan Raha dengan kedalaman pusat gempa 26 km.


Indonesia beriklim tropis dengan dua musim, yaitu musim kemarau (yang biasanya berlangsung Mei-Oktober) dan musim penghujan (yang biasanya berlangsung November-April). Keadaan ini selain menguntungkan karena menyebabkan suburnya tanah, juga sering mendatangkan malapetaka berupa banjir. Beberapa kota seperti Jakarta, Bandung, Semarang, Medan, dan sejumlah daerah perdesaan selalu menjadi langganan banjir setiap tahun. Bencana banjir ini banyak menimbulkan kerugian berupa nyawa maupun harta benda. Tanaman padi dan palawija tidak jarang menjadi rusak karena dilanda banjir sebelum sempat dipanen.

Sejak tahun 2001, Indonesia melaksanakan kebijakan desentralisasi, yaitu dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Semenjak dilaksanakannya kedua undang-undang tersebut, sejumlah Daerah mengembangkan administrasi pemerintahannya. Dengan demikian maka sampai saat ini di Indonesia terdapat 30 provinsi dengan 410 kabupaten dan kota. 



KEADAAN PENDUDUK
Uraian tentang kependudukan berikut ini sebagian besar diambil dari buku Statistik Kesejahteraan Rakyat 2001 terbitan Badan Pusat Statistik. Menurut dokumen ini, perkiraan jumlah penduduk pada tahun 2001 (belum termasuk provinsi Nanggroe Aceh Darussalam/NAD) adalah sebesar 201,70 juta jiwa, dengan tingkat kepadatan 108 jiwa perkilometer persegi.


Persebaran penduduk sampai tahun 2001, baik antar pulau maupun antar daerah sangat timpang. Hal ini dapat dilihat dari persentase penduduk antar pulau yang menunjukkan lebih dari separuh penduduk Indonesia (61,86%) berada di pulau Jawa/Bali, 19,43% berada di Sumatera (tanpa provinsi NAD), 5,51% di Kalimantan, 7,25% di Sulawesi, serta 5,94% di Nusa Tenggara, Maluku dan Papua.


Salah satu indikator pertumbuhan suatu bangsa tercermin dari peningkatan persentase penduduk yang tinggal di perkotaan. Di negara maju sebagian besar penduduknya tinggal di daerah perkotaan, karena sebagian desa telah diubah menjadi kota. Keadaan di Indonesia merupakan kebalikannya, yaitu sebagian besar penduduknya tinggal di perdesaan (56,87% berbanding 43,13%). Namun demikian dibandingkan satu dekade yang lalu (tahun 1990) penduduk perkotaan telah bertambah lebih dari 50%.


Penduduk menurut kelompok umur menunjukkan bahwa 30,50% penduduk Indonesia berusia muda (0-14 tahun), 64,83% berusia produktif (umur 15-64 tahun), dan hanya 4,68% yang berumur 65 tahun lebih, sehingga diperoleh angka ketergantungan (dependency ratio) penduduk Indonesia sebesar 54,25 artinya, setiap 100 penduduk usia produktif menanggung sekitar 54 orang penduduk usia tidak produktif.


KEADAAN EKONOMI
Dari sektor moneter yang penting untuk dikemukakan adalah mengenai nilai tukar rupiah. Sejak pertengahan tahun 1999 sampai akhir tahun 2001, nilai tukar rupiah berfluktuasi. Sampai dengan bulan Juli 2001, nilai tukar rupiah berkisar pada angka di atas Rp 11.000 per 1 USD. Pada bulan Agustus 2001, rupiah mengalami apresiasi hingga mencapai Rp 8.425 per 1 USD. Hal ini salah satunya dikarenakan optimisme pasar akibat suksesi yang damai dari Presiden Abdurrahman Wahid kepada Presiden Megawati Sukarnoputri pada 23 Juli 2001. Apa lagi karena suksesi ini mendapat dukungan dari masyarakat internasional. Namun demikian ternyata keadaan ini tidak lama bertahan. Pada bulan-bulan berikutnya rupiah cenderung terdepresiasi lagi. Menjelang akhir tahun 2001, nilai tukar rupiah berkisar di atas Rp 9.500 per 1 USD (menunjukkan depresiasi sekitar 8,5%). Depresiasi ini sebagiannya dikarenakan meningkatnya defisit modal swasta dan lesunya situasi ekonomi global sebagai dampak dari serangan teroris terhadap World Trade Center pada tanggal 11 September 2001.


Sementara itu, selama tahun 2000 dan 2001, indeks harga saham di tingkat regional dan internasional cenderung menurun. Hal ini terutama sebagai dampak dari serangan teroris terhadap World Trade Center. Kelesuan indeks harga saham di tingkat regional dan internasional ini tentu saja berpengaruh terhadap Bursa Saham Jakarta atau Jakarta Stock Exchange (JSX). Pada saat Presiden Megawati baru naik, indeks harga saham memang naik sebesar 2,23%. Tetapi setelah itu lalu melemah lagi dengan 2,64%. Penurunan terus terjadi seiring dengan rencana Pemerintah untuk menaikkan harga bahan bakar minyak dan tarif dasar listrik. Kapitalisasi pasar menurun dari Rp 260 trilyun dalam tahun 2000 menjadi hanya Rp 232 trilyun dalam tahun 2001. Transaksi oleh para investor asing juga menurun, yaitu dari 20% dalam tahun 2000 menjadi hanya 15,68% dalam tahun 2001.


Dari sektor riil, gambaran yang perlu disampaikan adalah tentang Produk Domestik Bruto (PDB). Dalam tahun 1999, PDB meningkat secara tajam, walaupun menjelang akhir tahun 1999 itu mengalami sedikit penurunan. Hal ini dikarenakan lambannya upaya restrukturisasi bank dan BUMN yang menyebabkan menurunnya arus kredit ke sektor riil, tingginya suku bunga bank, dan kondisi keamanan serta stabilitas politik dalam negeri. Selama tahun 2001, PDB mengalami pertumbuhan antara 3-4%, dan mengalami sedikit peningkatan menjadi 3,52% menjelang akhir tahun. Peningkatan di akhir tahun ini antara lain disebabkan oleh meningkatnya stabilitas politik sehingga menciptakan iklim yang kondusif bagi dunia bisnis.


Surplus neraca pembayaran juga mengalami fluktuasi sejak akhir tahun 1999. Antara pertengahan sampai menjelang akhir tahun 2000, surplus neraca pembayaran mengalami peningkatan. Namun demikian setelah itu lalu cenderung menurun. Penurunan yang terus berlangsung sampai tahun 2001 itu dikarenakan penurunan volume ekspor lebih besar dibanding penurunan volume impor. Dengan penurunan ekspor, berarti kegiatan ekspor dalam tahun 2001 tidak memiliki kontribusi terhadap pertumbuhan PDB. Pertumbuhan PDB tampaknya banyak disokong oleh konsumsi privat dan pengeluaran pemerintah.


Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 43 kota menunjukkan adanya peningkatan menjelang akhir tahun 2001. Yaitu misalnya dari 237,92 pada bulan Agustus 2001 menjadi 239,44 pada bulan September 2001. Hal ini menunjukkan bahwa laju inflasi bulanan pada bulan September itu adalah 0,64%. Angka inflasi sebesar ini berarti telah terjadi kenaikan inflasi sebesar 0,21% dibanding bulan-bulan sebelumnya. Dalam memorandum antara Pemerintah Indonesia dengan IMF tercantum bahwa target inflasi untuk tahun 2001 adalah 9-11%. Selama tahun 2001, ternyata inflasi berkisar di atas angka 8%.


Tentang isu-isu khusus terdapat dua hal yang penting untuk dikemukakan, yaitu pariwisata dan ketenagakerjaan. Selama dua tahun sejak krisis ekonomi tahun 1997, jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang berkunjung ke Indonesia melalui 13 pintu gerbang menunjukkan peningkatan. Ini mungkin disebabkan oleh peningkatan stabilitas politik dan keamanan serta rendahnya nilai tukar rupiah. Keadaan ini ternyata tidak berubah sampai hampir sepanjang tahun 2001. Bahkan bila dibanding tahun 2000, dapat dikatakan telah terjadi peningkatan hampir 5%.


Masalah utama di bidang ketenagakerjaan adalah tingginya pertumbuhan dan rendahnya kualitas. Dari jumlah penduduk usia kerja yang ada di Indonesia, hanya lebih kurang 95% yang bekerja, yang terdiri atas sekitar 62% laki-laki dan 38% perempuan. Dari jumlah tersebut sekitar 39% berada di perkotaan, dan 61% di perdesaan. Kualitas mereka ternyata memang rendah. Sekitar 60% dari mereka hanya memiliki latar belakang pendidikan SD atau sederajat dan 16% berpendidikan SLTP atau sederajat. Hanya sekitar 19,5% yang memiliki latar pendidikan SLTA atau sederajat dan 4,5% berpendidikan perguruan tinggi.��



KEADAAN PENDIDIKAN
Uraian tentang keadaan pendidikan berikut ini sebagian besar juga diambil dari buku Statistik Kesejahteraan Rakyat 2001 terbitan Badan Pusat Statistik. Menurut dokumen ini, persentase penduduk berusia 10 tahun ke atas yang tidak/belum pernah bersekolah adalah 10,25%. Angka persentase terendah adalah di provinsi Sulawesi Utara yaitu hanya 1,35% penduduknya yang tidak/belum pernah bersekolah, sedangkan yang tertinggi di Papua, yaitu sebesar 28,17%. Sementara itu secara nasional penduduk usia 10 tahun ke atas yang masih bersekolah sebesar 19,57% terdiri dari 8,63% bersekolah di SD/MI, 5,91% di SLTP/MTs, 3,67% di SMU/SMK/MA, dan 1,36 % di akademi/Universitas. Secara nasional penduduk berumur 10 tahun keatas yang tidak/belum pernah sekolah sebagian besar tinggal di perdesaan (13,69%) dibanding di perkotaan (5,84%). Dibandingkan menurut jenis kelamin, terlihat penduduk perempuan yang tidak/belum pernah sekolah besarnya dua kali lipat penduduk laki-laki (13,93% berbanding 6,51%). Hal ini terutama disebabkan tingginya angka persentase penduduk perempuan yang tidak /belum pernah sekolah pada kelompok umur dewasa/tua.

Pada kelompok umur muda, angka persentase penduduk yang tidak/belum pernah sekolah relatif berimbang antara laki-laki dan perempuan. Hal ini dapat dilihat dari Angka Partisipasi Sekolah (APS).


Secara umum APS perempuan lebih besar dibanding APS laki-laki pada kelompok umur 7-12 tahun dan 13-15 tahun. Sementara pada kelompok umur 16-18 tahun, APS laki-laki lebih tinggi dibanding APS perempuan. Sedangkan dari segi tempat tinggal, dikatakan bahwa APS penduduk perkotaan lebih besar bila dibanding dengan APS penduduk perdesaan. Hal ini terjadi untuk semua kelompok umur, baik laki-laki maupun perempuan. Perbedaan menjadi semakin besar pada kelompok-kelompok umur yang lebih tua.


Sebagaimana APS, Angka Partisipasi Murni (APM) di daerah perkotaan juga lebih tinggi dibanding APM di daerah perdesaan untuk semua kelompok umur sekolah. APM menyatakan banyaknya penduduk usia sekolah yang masih sekolah pada jenjang pendidikan yang sesuai. APM SD/MI di perkotaan sebesar 93,09%, sementara di perdesaan hanya sebesar 92,74%. APM SLTP/MTs. di perkotaan sebesar 71,54%, sedangkan di perdesaan hanya sebesar 52,86%. Sementara itu APM SMU/SMK adalah 51,78% di perkotaan dan 24,39% di perdesaan.


Ijazah/STTB tertinggi yang dimiliki penduduk merupakan indikator pokok kualitas pendidikan formal. Semakin tinggi ijazah/STTB yang dimiliki oleh rata-rata penduduk suatu negara mencerminkan semakin tingginya taraf intelektualitas bangsa dari negara tersebut. Di Indonesia pada tahun 2001, penduduk berumur 10 tahun ke atas yang tidak/belum memiliki ijazah/STTB sebanyak 34,36%. Sedangkan yang sudah memiliki ijazah terdiri atas tamat SD/MI sebanyak 32,80%, tamat SLTP/MTs sebanyak 14,84%, tamat SMU/SMK sebanyak 14,70%, dan tamat Perguruan Tinggi sebanyak 3,31%.


Dilihat dari segi jenis kelamin, ijazah/STTB yang dimiliki oleh penduduk laki-laki ternyata masih lebih baik bila dibanding yang dimiliki perempuan. Sementara bila dilihat dari segi tempat tinggal, ijazah/STTB yang dimiliki penduduk yang tinggal di perkotaan lebih baik dibanding yang dimiliki oleh mereka yang tinggal di perdesaan.


Kemampuan membaca dan menulis atau baca-tulis merupakan keterampilan minimum yang dibutuhkan oleh penduduk untuk mencapai kesejahteraannya. Kemampuan baca-tulis ini tercermin dari Angka Melek Huruf, yaitu persentase penduduk umur 10 tahun ke atas yang dapat membaca dan menulis huruf latin dan huruf lainnya. Secara nasional diketahui bahwa penduduk yang dapat membaca huruf latin sebanyak 88,25%. Sedangkan mereka yang dapat membaca huruf lainnya sebanyak 1,02% dan yang buta huruf sebanyak 10,73%. Di perdesaan, penduduk yang buta huruf lebih banyak dibanding di perkotaan (14,43% berbanding 5,99%).��


Demikian gambaran umum negara Indonesia tahun 2001 secara ringkas. Gambaran yang ditonjolkan memang dibatasi pada aspek-aspek kependudukan, perekonomian, dan pendidikan. Hal ini tidak lain karena ketiganya, khususnya perekonomian dan pendidikan, bersama-sama dengan kesehatan menentukan besar/ kecilnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI) bangsa Indonesia. Sebagaimana diketahui IPM Indonesia pada tahun 1990 adalah 63 dan pada tahun 1996 naik menjadi 68. Namun demikian keadaan krisis menyebabkan IPM Indonesia pada tahun 1999 turun menjadi 64. Angka ini lalu menempatkan Indonesia pada peringkat ke-109 di antara 180 negara di dunia. Itu berarti Indonesia berada di bawah peringkat Malaysia dan Thailand, apa lagi Singapura.

Semoga yang baca dapat menjadi inspirasi U men.... n QT bangun INDONESIA yang maju dan mandiri, dapat bersaing m negara"international.....
n jangan hilang rasa NASIONALISME tinggi

 

1 komentar:

Anonim mengatakan...

sip nenk